BAB I
PENDAHULUAN
Mencakupnya
isi surat Al Fatihah terhadap semua ilmu yang ada di dalam Al Qur'an
ditunjukkan oleh Az Zamakhsyari, yaitu karena di dalam Al Fatihah terdapat
pujian bagi Allah yang sesuai, terdapat peribadatan kepada-Nya, terdapat perintah
dan larangan serta terdapat janji dan ancaman, sedangkan ayat-ayat Al Qur'an
tidak lepas dari semua ini. Dengan demikian, semua isi Al Qur'an merupakan
penjelasan lebih rinci terhadap masalah yang yang disebutkan secara garis besar
dalam surat Al Fatihah. Surat ini dinamakan pula As Sab'ul matsaany
(tujuh yang berulang-ulang) karena ayatnya ada tujuh dan dibaca berulang-ulang
dalam shalat.
Keutamaan surat Al Fatihah
Surat Al Fatihah memiliki berbagai macam
keutamaan dan keistimewaan dibanding dengan surat-surat yang lain. Di antaranya
adalah; Al Fatihah merupakan surat yang paling agung. Al Fatihah merupakan
surat istimewa yang tidak ada pada kitab-kitab terdahulu selain Al Qur’an. Al
Fatihah sebagai obat dengan izin Allah suhanahu wata’ala. Terkait dengan shalat
sebagai rukun Islam yang kedua, Al Fatihah merupakan unsur terpenting dalam
ibadah itu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
صَلَّى وَلَمْ يَقْرَأْ فِيْهَا أُمَّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ – ثَلاَثاً –
غَيْرُ تَمَامٍ
“Barang siapa
shalat dalam keadaan tidak membaca Al Fatihah, maka shalatnya cacat (Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam mengulanginya sampai tiga kali) tidak sempurna.”
(HR. Muslim no. 395, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu) Bahkan
membaca Al Fatihah termasuk rukun dalam shalat, sebagaimana riwayat diatas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Surat Al Fatihah
dan Terjemahnya
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٣)
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
(٥) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦)
صِرَاطَ الَّذِينَ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (٧)
Artinya:
1.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang
2.
Segala puji Abagi Allah seluruh alam
3.
Yang Maha Pengasih Lagi Maha penyayang
4.
Pemilik hari pembalasan
5.
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya
kepada Engkaulah kami mohon pertolongan
6.
Tunjukilah kami jalan yang lurus
7.
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat.
B.
Pembahasan Surat Al Fatihah
Surat Al
Faatihah (Pembukaan) yang diturunkan di Mekah dan terdiri dari 7 ayat ini
adalah surat yang pertama diturunkan secara lengkap di antara surat-surat yang
ada dalam Al Quran, ia termasuk golongan surat Makkiyyah. Surat ini disebut Al
Faatihah (Pembukaan), karena dengan surat inilah dibuka dan dimulainya Al
Quran. Allah subhaanahu wa Ta'ala memulai kitab-Nya dengan surat ini, karena
surat ini menghimpun tujuan dan maksud Al Qur'an. Oleh karena itu, surat ini
dinamakan Ummul Quran (induk Al Quran) atau Ummul Kitaab (induk
Al Kitab) karena dia merupakan induk dari semua isi Al Quran. Oleh karena itu,
diwajibkan membacanya pada setiap shalat. Al Hasan Al Basri berkata, "Sesungguhnya
Allah menyimpan ilmu-ilmu yang ada dalam kitab-kitab terdahulu di dalam Al
Qur'an, kemudian Dia menyimpan ilmu-ilmu yang ada dalam Al Qur'an di dalam
surat Al Mufashshal (surat-surat yang agak pendek), dan Dia menyimpan ilmu-ilmu
yang ada dalam surat Al Mufashshal di dalam surat Al Fatihah. Oleh karena itu,
barang siapa yang mengetahui tafsirnya, maka ia seperti mengetahui tafsir semua
kitab-kitab yang diturunkan." (Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam
Syu'abul Iman).
Makna
Surat Al Fatihah per Ayat
1. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
“Bismillaa
Hirrohmaanirrohiim”
Maksud dari ayat pertama ini adalah : saya
memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan
yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, mulai dari pekerjaan
ringan seperti makan, minum, bepergian, belajar, dan sebagainya. Allah adalah
nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang
tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar-Rahmaan
(Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah
melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang ar-Rahiim (Maha Penyayang)
memberi pengertian bahwa Allah senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia
selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
2. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
“Alhamdulillahi rabbin ‘alamin”
Segala pujian beserta sifat-sifat yang tinggi
dan sempurna hanyalah milik Allah suhanahu wata’ala semata. Tiada siapa pun
yang berhak mendapat pujian yang sempurna kecuali Allah suhanahu wata’ala.
Karena Dia-lah Penguasa dan Pengatur segala sesuatu yang ada di alam ini.
Dia-lah Sang Penguasa Tunggal, tiada sesuatu apa pun yang berserikat dengan
kuasa-Nya dan tiada sesuatu apa pun yang luput dari kuasa-Nya pula. Dia-lah
Sang Pengatur Tunggal, yang mengatur segala apa yang di alam ini hingga nampak
teratur, rapi dan serasi. Bila ada yang mengatur selain Allah suhanahu
wata’ala, niscaya bumi, langit dan seluruh alam ini akan hancur berantakan. Dia
pula adalah Sang Pemberi rezeki, yang mengaruniakan nikmat yang tiada tara dan
rahmat yang melimpah ruah. Tiada seorang pun yang sanggup menghitung nitmat
yang diperolehnya. Disisi lain, ia pun tidak akan sanggup membalasnya. Amalan
dan syukurnya belum sebanding dengan nikmat yang Allah suhanahu wata’ala
curahkan kepadanya. Sehingga hanya Allah suhanahu wata’ala yang paling berhak
mendapatkan segala pujian yang sempurna.
3. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“ar rahnmanir ar rahim”
Ar Rahman dan Ar Rahim adalah Dua nama dan
sekaligus sifat bagi Allah suhanahu wata’ala, yang berasal dari kata Ar Rahmah.
Makna Ar Rahman lebih luas daripada Ar Rahim. Ar Rahman mengandung makna bahwa
Allah suhanahu wata’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, baik
yang beriman atau pun yang kafir dan bersifat sementara di dunia. Sedangkan Ar
Rahim, maka Allah suhanahu wata’ala mengkhususkan rahmat-Nya bagi kaum mukminin
saja. Sebagaimana firman Allah suhanahu wata’ala: “Dan adalah Dia Maha
Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. Kasih saying yang di berikan Allah
bersifat abadi yaitu kasih saying di akhirat.
4. مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“maaliki yaumid diin”
Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan
mim, berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim),
artinya: Raja. Dihubungkannya kepemilikan hari pembalasan kepada-Nya meskipun
milik-Nya dunia dan akhirat, karena pada hari itu kelihatan dengan jelas
kekuasaan dan kepemilikan-Nya. Pada hari itu antara raja-raja di dunia dengan
rakyat sama tidak ada perbedaan, mereka tunduk kepada keagungan-Nya, menunggu
pembalasan-Nya, mengharapkan pahala-Nya dan takut terhadap siksa-Nya.
Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang di waktu itu masing-masing manusia
menerima pembalasan amalannya baik atau buruk. Yaumiddin disebut juga yaumul
qiyaamah, yaumul hisaab, yaumul jazaa' dan sebagainya. Dibacanya ayat ini oleh
seorang muslim dalam setiap shalat untuk mengingatkannya kepada hari akhir;
hari di mana amalan diberikan balasan. Demikian juga mendorong seorang muslim
untuk beramal shalih dan menghindari kemaksiatan.
5. إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ
“iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”
Secara kaidah etimologi (bahasa) Arab, ayat ini
terdapat uslub (kaidah) yang berfungsi memberikan penekanan dan penegasan.
Yaitu bahwa tiada yang berhak diibadahi dan dimintai pertolongan kecuali hanya
Allah suhanahu wata’ala semata. Sesembahan-sesembahan selain Allah itu adalah
batil. Maka sembahlah Allah suhanahu wata’ala semata.
Sementara itu, disebutkan permohonan tolong
kepada Allah setelah perkara ibadah, menunjukkan bahwa hamba itu sangat butuh
kepada pertolongan Allah suhanahu wata’ala untuk mewujudkan ibadah-ibadah yang
murni kepada-Nya.
Selain itu pula, bahwa tiada daya dan upaya
melainkan dari Allah suhanahu wata’ala. Maka mohonlah pertolongan itu hanya
kepada Allah suhanahu wata’ala. Tidak pantas bertawakkal dan bersandar kepada
selain Allah suhanahu wata’ala, karena segala perkara berada di tangan-Nya.
Dalam hal berdoa dan memimta tolong di sunnahkan berjamaah. Cara meminta tolong
kepada Allah bisa melalui shalat lima waktu maupun shalat sunnah sunnah
lainnya, kemudian dengan berdoa dengan asmaul husna, dan yang terakhir yaitu
dengan amal saleh.
6. اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“ihdinash shiratol mustaqiim”
Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat:
memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. Jalan lurus yang dimaksud adalah
terhindar dari hambatan hambatan yang mengganggu jalannya kehidupan. Yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar
memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
|
Shiraathal mustaqim, jalan
yang lurus yang jelas dan tidak berliku-liku. Shiraathal mustaqim ialah,
mengikuti tuntunan Allah, dan rasulullah, juga berarti kitab Allah.
7.صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
“shiraathalladziina an’amta ‘alayhim ghayril
maghdhuubi ‘alayhim walaadhdhaalliin”
Siapakah mereka itu? Meraka adalah sebagaimana
yang dalam firman Allah suhanahu wata’ala: “Dan barang siapa yang menta’ati
Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang
mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah sebaik-baik teman. Yang
demikian itu adalah karunia dari Allah dan Allah cukup mengetahui”. (An Nisaa’:
69-70).
Orang-orang yang dimurkai Allah suhanahu
wata’ala adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran akan tetapi enggan
mengamalkannya. Mereka itu adalah kaum Yahudi. Allah suhanahu wata’ala
berfirman berkenaan dengan keadaan mereka (artinya):
“Katakanlah Wahai Muhammad: Maukah Aku beritakan kepadamu tentang orang-orang
yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah,
yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai oleh Allah”. (Al Ma’idah: 60)
Adapun jalan orang-orang yang sesat adalah
bersemangat untuk beramal dan beribadah, tapi bukan dengan ilmu. Akhirnya
mereka sesat disebabkan kebodohan mereka. Seperti halnya kaum Nashara. Allah
suhanahu wata’ala memberitakan tentang keadaan mereka: “Dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan
Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka
tersesat dari jalan yang lurus”. (Al Ma’idah: 77)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Surat Al
Fatihah meskipun singkat, namun mengandung banyak pengetahuan. Di dalamnya
terdapat tiga tauhid yang diperintahkan; tauhid rububiyyah (dari ayat
"rabbil 'aalmiin"), tauhid uluhiyyah (dari ayat "iyyaaka
na'budu") dan tauhid asmaa' wash shifat dengan menetapkan semua sifat
sempurna bagi Allah yang telah ditetapkan oleh-Nya dan oleh Rasul-Nya
shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh ayat
"Al Hamdulillah", karena nama-nama dan sifat-sifat Allah semuanya
terpuji dan merupakan pujian bagi Allah Ta'ala.
Demikian
juga menetapkan kenabian dan kerasulan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
yang diambil dari ayat "Ihdinash shiraathal mustaqiim", karena jalan
yang lurus tersebut adalah jalan yang diterangkan oleh Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam. Surat ini juga menetapkan adanya jazaa' (pembalasan
amal) dan bahwa hal itu dilakukan dengan adil berdasarkan ayat "Maaliki
yaumiddiin". Surat ini juga menguatkan Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah
tentang masalah qadar, yakni bahwa semua terjadi dengan qadar Allah dan
qadhaa'-Nya, dan bahwa seorang hamba melakukan perbuatannya secara hakikat;
tidak dipaksa dalam berbuat. Hal ini dapat diketahui dari ayat "Iyyaaka
na'budu wa iyyaaka nasta'iin". Surat ini juga menerangkan pokok kebaikan,
yaitu ikhlas, sebagaimana diambil dari ayat " Iyyaaka na'budu wa iyyaakanasta'iin".
Karena
surat ini begitu agung dan mulia, Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya membacanya
di setiap rak'at dalam shalat mereka baik shalat fardhu maupun sunat. Di surat
tersebut Allah mengajarkan kepada hamba-hamba-Nya bagaimana mereka memuji dan
menyanjung-Nya, lalu mereka meminta kepada Tuhan mereka segala yang mereka
butuhkan. Di surat ini pun terdapat bukti butuhnya mereka kepada Tuhan mereka,
baik butuhnya hati mereka dipenuhi rasa cinta dan pengenalan kepada-Nya dan
butuhnya mereka agar dibantu dalam menyelesaikan urusan mereka serta diberi
taufiq agar dapat mengabdi kepada-Nya.